Mengapa Harus Berdoa?

Di awal bulan 4 kemarin aku ingin menulis dua pengalamanku tentang doa tetapi aku tidak percaya diri menulisnya. Dalam minggu ini, pengalamanku tentang doa bertambah satu lagi. Aku jadi percaya diri untuk menulis ini.

Kisah Pertama.

Bekerja di Rentokil dan harus tinggal di Padang ini adalah diluar dugaanku. Itulah mengapa di awal-awal adaptasi di Padang ini aku merenungkannya dan bertanya-tanya dalam hati.
"Tuhan, aku senang dan bersyukur mendapatkan pekerjaan ini dan aku merasa nyaman di Padang ini. Tetapi mengapa Engkau memberikan pekerjaan ini dan menempatkan aku disini padahal aku tidak ada memintanya kepada-Mu?"

Dalam perenungan itu, yang datang ke fikiranku ialah sebuah kejadian yang terjadi kira-kira 2 minggu sebelum aku ke Padang. Kejadian itu di pagi hari. Aku yang saat itu tinggal di rumah keluarga, di Pekanbaru, seperti biasa aku pergi mengambil air minum ke sumur kecil di samping rumah orang Cina. Sumur itu dibangun oleh orang Cina (pemiliknya) untuk menolong tetangga-tetangga yang di sekitar rumahnya. Sumurnya sangat bermanfaat. Selain bisa digunakan untuk memasak, bisa juga langsung diminum. Tentunya sudah melewati proses standar kesehatan. Manfaat sumurnya yang paling terasa bagiku ialah karena airnya cukup panas, aku biasanya menggunakannya untuk mandi setiap pagi dan malam. Jadi seperti sedang mandi di pemandian air soda Tarutung.

Pagi itu aku pergi ke sumur. Disana sudah ada seorang ibu dan anak perempuannya sedang mengisi 2 galon air. Setelah penuh, aku izin dulu ke si ibu lalu segera mengangkat satu per satu galonnya ke tepi jalan tempat motor mereka parkir. Jarak dari sumur ke tepi jalan kira-kira 15 meter saja.

Bukan untuk menyombongkan diri, aku sudah biasa sebenarnya melakukan hal seperti itu disana. Karena aku membayangkan jika ibuku atau ayahku atau saudaraku perempuan  di posisi itu, tentu aku tidak membiarkan mereka mengangkat galonnya.

Setelah selesai kuangkat kedua galon, si ibu yang terdiam bahkan belum sempat meng-iya-kan izinku mengangkat galonnya mengucapkan sebuah doa padaku sebagai ganti terimakasih. Doanya dalam bahasa batak toba. "Amang, Tuhan i ma na mangalehon pasu-pasu na tu ho". Artinya "Nak, Tuhanlah kiranya yang memberkati engkau". Lalu si ibu pergi beserta anak perempuannya.

Seperti yang aku katakan sebelumnya bukan hal baru bagiku menolong hal seperti itu. Namun yang berbeda dari si ibu itu ialah doanya. Biasanya respon orang-orang yang aku bantu sebelumnya bermacam-macam. Ada yang cuma mengucapkan trimakasih dengan senyuman, ada yang menepuk pundakku. Ada yang bertanya. Marga apa ya kau nak? Dimana rumahmu? dsb. Namun si ibu yang memberi doa itu, tanpa bertanya dulu siapa aku, tanpa embel-embel bilang makasih, dia langsung mendoakan aku. Sangat singkat kejadiannya. 

Pulang dari sumur itu aku hanya memikirkan si ibu itu. Nada si ibu itu sangat berat dan tanpa ekspresi seperti bahagia begitu. Aku merasa bahwa si ibu sedang ada masalah saat itu. Namun sempat-sempatnya dia mendoakan aku. Kisah inilah yang datang padaku ketika merenungkan mengapa Tuhan memberi aku pekerjaan dan menempatkan aku di Padang ini padahal aku tidak ada memintanya kepada-Nya. 

Aku bukan mau bilang semua ini balasan dari kebaikanku. Bukan itu. Pada saat itu, aku sangat kering akan doa. Aku sudah malas berdoa akibat aku tak punya pekerjaan yang menentu. Ditambah menumpang di rumah keluarga. Juga kondisi saat itu masih pandemic covid-19. Bisa aku katakan seperti ini; si ibu menggantikan aku untuk mendoakan diriku sendiri. Si ibu yang berdoa, aku yang menikmati jawaban doanya.

Kisah Kedua

Kisah ini terjadi setelah aku di Padang ini diantara tahun 2021-2022. Aku tidak ingat tepatnya di bulan berapa pandemic covid-19 memanas di negara kita ini. Angka kematian saat itu sangat tinggi. Dampaknya bagiku, karena aku kerjanya dilapangan, jadi sering berpergian ke banyak tempat, sempat beberapa kali kejadian, di tengah jalan aku seperti berhalusinasi. Aku membayangkan banyak mayat akan bergelimpangan di pinggir jalan.
"Hanya menunggu waktu saja" entah bisik darimana.

Aku sangat takut. Ditambah hampir setiap hari aku melihat ambulance lalu lalang. Suara sirene ambulance menghantuiku kala aku mau tidur. Tidur aku tak nyaman. Beberapa kali aku pergi menumpang tidur ke rumah Pemimpin Kelompok Kecilku (PKK) semacam kakak rohani.

Aku bersyukur dalam kondisi seperti itu aku ikut kegiatan jam doa yang biasa diadakan Perkantas Padang setiap minggu di hari kamis. Selama pandemic covid-19, topik doa yang pertama pasti tentang Covid-19. Dalam kondisi berkumpul untuk berdoa, fikiranku rasa-rasanya tidak tenang juga. Banyak pertanyaan timbul dalam fikiranku. Antara lain:
"Untuk apa kami berdoa hari ini?"
"Jika covid-19 tidak akan berlalu, berarti doa kami akan sia-sia?"
"Jika covid-19 akan berlalu, apakah itu karena doa-doa kami?"

Di akhir bulan Maret kemarin, ketika aku berada di satu titik lampu merah yang sering aku lewati, aku tersadar dan teringat akan kekhawatiranku sebelumnya. Apa yang aku khawatirkan akan melihat mayat bergelimpangan tidak terjadi. Aku menjadi bersyukur terlebih karena covid-19 telah melandai. Apakah itu karena doa-doa kami? Pertanyaan itu datang lagi. Namun aku tak bisa menjawabnya. Semua itu adalah berkat kemurahan-Nya. Aku mau katakan; aku telah banyak ditolong oleh karena doa apalagi saat khawatir.

Aku kagum membayangkan jika ada orang yang selalu berdoa untuk kebaikanku. Aku kagum membayangkan jika ada orang-orang berkumpul hanya untuk mendoakan hal-hal baik.


Kisah Ketiga

Di hari libur lebaran yang baru berlalu, awalnya aku mengajak seorang teman untuk menelusuri sudut-sudut Sumatera Barat ini dengan naik sepeda motor selama dua hari. Pada akhirnya kami menjadi 5 orang.

Setelah hari pertama berakhir, kami beristrahat di Bukit Tinggi dan membicarakan sudut mana yang akan kami jelajahi untuk besok harinya. Untuk besok harinya kami hanya 3 orang saja yang akan meneruskan penelusuran. Aku yang sangat ingin melihat kebun teh langsung menawarkan Solok untuk kami jelajahi. Sehabis dari Solok lalu pulang ke Padang.

Kami pun beristrahat. Namun aku gelisah, tak bisa tidur memikirkan perjalanan ke Solok. Padahal aku belum pernah kesana tetapi aku khawatir memikirkannya. Sempat aku berfikir, aku susah tidur jadi bawaannya khawatir karena perjalanan hari itu melelahkan dan menegangkan apalagi untuk mencapai Panorama Danau Singkarak. Namun tak kungjung khawatirku reda. Aku mencoba mengobrol dengan seorang teman, karena dia belum tidur. Aku bertanya padanya.
"Darimana lebih cepat kalau kita dari Solok lalu pulang ke Padang dibandingkan dari Maninjau lalu pulang ke Padang?"
"Dari Maninjau" jawab temanku itu.
Lalu aku menenangkan diri untuk berdoa. Aku sampaikan dalam doa bahwa aku ingin ke Solok tapi aku sangat khawatir memikirkannya. Lalu aku tidur.

Besok paginya. Dengan semangat aku mengajak kedua temanku pulang ke Padang lewat Maninjau. Aku juga penasaran ke Maninjau. Sungguh aku sangat menikmati perjalanan dari Maninjau. Gambar tulisan ini hasil berfoto pas di kelok 44 nomor 44. Keren kan?

Sampai di Padang, aku sangat senang karena kami sampai dengan selamat. Di kos, aku segera mengambil sikap berdoa untuk bersyukur pada Tuhan, sebab apa yang aku khawatirkan itu hilang.

Malamnya seseorang dari Pekanbaru menelfonku. Dia bilang bahwa dia bersama 5 orang kawannya akan ke Padang dan akan berangkat besok subuhnya untuk liburan ke Puncak Mandeh. Mereka ber-enam (adek-adek) terdiri dari 5 orang perempuan dan 1 orang laki-laki. Mereka ke Padang naik sepeda motor, berboncengan. Wagelaseh, fikirku. Dia menelfonku agar aku mencarikan penginapan bagi mereka dan jadi mentor mereka pergi ke Mandeh. Jujur saja, aku mengkhawatirkan mereka.

Berkat pengalamanku yang baru aku dapatkan dimana Tuhan memberkati perjalanan kami dua hari lamanya, aku berdoa kepada-Nya, supaya Tuhan menyertai perjalanan ke-enam adek-adekku dari Pekanbaru ke Padang seperti Tuhan menyertai perjalanan kami selama liburan 2 hari. Juga saat mereka ber-enam kembali ke Pekanbaru, aku mendoakan hal yang sama juga. Supaya Tuhan menyertai perjalanan adek-adekku seperti Tuhan menyertai perjalanan kami selama liburan 2 hari, juga seperti Tuhan menyertai perjalanan adek-adekku dari Pekanbaru menuju Padang.

Demikian kisah ini. Trimakasih buat orang-orang yang terlibat dalam cerita ini. ☺



Komentar

Postingan populer dari blog ini

2022

BELAJAR DARI LEA

v