Senyum, Cinta, Keluarga dan Agama


Dari awal sa sudah curiga, ini bapak kenapa senyum-senyum saja? Ternyata ini bapak sebelumnya bekerja di beberapa hotel di Bali e. Karena aku pernah ditempatkan oleh PT. Rentokil bekerja di Hotel Ibis dan Hotel Mercure Padang, jadi langsung tahu bahwa senyum adalah kewajiban utama setiap pelayan hotel.

Namanya pak Gusti. Biasa kami panggil pak Ello. Nama panggilan anak satu-satunya yaitu Ello. Bagiku, senyum Pak Ello ini seperti pintu gerbang yang membukakan jalan untuk aku masuk ke dalam pengenalan kami agar semakin dekat. Asyik. Aku ingin mengatakan sesuatu kepadanya: "Pak Ello, bagiku bapak itu sudah kuanggap seperti abangku atau keluargaku sendiri." Belum sempat terucapku begitu, pak Ello cerita bahwa ada seseorang sebelum aku datang kesini, seorang laki-laki juga, orangnya pernah bekerja di tempat kami ini, sama seperti aku akrab juga dengan pak Ello, sehingga orang itu mengganggap Pak Ello seperti abangnya atau keluarganya. Ah, sedikit pun aku tak meragukan keaslian cerita pak Ello itu, sebab aku sudah merasakannya sendiri. Mungkin ini salah satu faktor 'magnet' yang membuat mak Ello hanya seminggu saja mereka berpacaran langsung mau diajak pak Ello menikah. Wkwk.

Singkat memang pertemuan kami tetapi kami sudah saling mengenal seperti apa kami di masa yang sudah berlalu. Maka dari itu aku ingin menceritakan seperti apa kehidupan pak Ello dan menceritakan seperti apa kehidupanku kepada pak Ello.

Pertama. Seperti yang sudah saya ungkapkan di awal tulisan ini, pak Ello pernah bekerja di beberapa hotel di Bali. Kalau asal kampung pak Ello dari Nusa Tenggara Timur (NTT).

Perjalanan pak Ello ke Bali akhirnya mempertemukan dia dengan seorang wanita sederhana yaitu mak Ello. Cinta mereka bermula ketika mereka bertemu di Pulau Dewata, Bali. Cocok dibuat jadi judul Sinema FTV, Cintaku Bersemi di Pulau Dewata.

Kedua. Keseriusan pak Ello untuk segera mengikat mak Ello benar-benar menakjubkan. Pak Ello dari awal selalu jujur kepada mak Ello, jujur siapa dirinya dan seperti apa keluarganya, sehingga mak Ello meneteskan air mata mendengarnya. Mak Ello berkata: "Belum pernah ada pria jujur sepertimu yang datang padaku."

Balas pak Ello: "Saya begini karena saya serius mendekatimu. Saya tidak ingin nanti kamu menyesal setelah jauh mengenalku. Jadi gimana, saya tidak memaksamu untuk memilihku sebab kamu punya pacar di Jakarta sana. Kalau kamu pilih dia, asal kamu yakin kamu akan bahagia dibuat olehnya, meski kamu tidak tahu seperti apa kehidupannya disana, pilihlah dia. Tetapi saya juga bisa membahagiakanmu. Lagi pula kehidupanku sudah jelas kamu tahu."

Cinta mereka sahut-menyahut. Masih seminggu mereka berpacaran, kemudian altar gereja menjadi saksi keutuhan cinta mereka. Anak satu-satu mereka menjadi buah cinta mereka, namanya Rafaello Creimonese. Nama yang unik.

Ketiga. Aku bertanya: "Pak Ello, nama Rafaello Creimonese artinya apa? Nama itu bukan seperti nama orang Indonesia pada umumnya."

Ungkapnya: "Adik istri saya, seorang perempuan, pernah diberikan kartu nama oleh seorang turis dari Italy. Turis tersebut terkenal sangat baik, ramah, murah senyum kepada pelayan-pelayan hotel. Tiga hari sebelum Rafaello lahir, adik istri saya ini mendatangi istri saya. Dia memberikan kartu nama yang diberikan turis itu. Setelah mendengar kesaksian adik istri saya tentang sifat si pemilik kartu nama, kami pun tidak ragu membuat nama anak kami sama dengan si pemilik kartu nama. Nama turis itu adalah Rafaello Creimonese."

Dear Rafaello Creimonese orang Italy: "Aku cemburu padamu. Aku ingin bertemu denganmu. Lalu memberikan kartu namaku padamu. Kalau kamu punya anak, namaku jadikan nama anakmu ya. Aku juga orangnya baik, ramah dan murah senyum sepertimu."

Seorang suster dari Vatikan yang dikhususkan melayani di kampung pak Ello, datang mendoakan serta menggendong bayi Ello. Pak Ello menceritakan kepadanya asal muasal nama anaknya serta menanyakan apa arti Creimonese, sebab nama Rafaello, keluarga pak Ello tahu nama itu berbau nama Santo sebab keluarga pak Ello sendiri berasal dari Kristen Katolik.

Sang suster menyakinkan pak Ello bahwa Creimonese itu adalah sebuah marga di Italy. Dan sang suster mendukung nama anak pak Ello memakai nama sang turis karena sifat sang turis.

Keempat. Mungkin karena pak Ello melihatku sangat antusias mendengar dia bercerita dan sepertinya dia pun tidak bisa menahan semua perasaan bahagianya, dia menceritakan kebahagiannya setelah dia dan mak Ello diberkati di gereja. Sebelum pak Ello menceritakannya, sebenarnya aku ingin bertanya, namun aku menahannya karena aku masih menyusun kalimat yang pas agar pertanyaanku tidak menyinggung hati pak Ello. 

Di hatiku, sempat aku seperti menilai pernikahan mereka terlalu buru-buru. "Masak seminggu saja pacaran sudah yakin menikah?" Tanyaku dalam hati. Haha. Karena aku penganut 'pacaran dulu setahun baru menikah'. Tetapi setelah aku melihat kehidupan keluarga pak Ello yang sederhana, sopan, teratur, Ello tumbuh dengan baik, aku jadi yakin pernikahan mereka direstui oleh Tuhan.

Tanpa kutanya, pak Ello sendiri menceritakannya. Mungkin jiwa kami sudah berpadu. Asyik. Agak lain dulu, kalau aku merasa akrab dengan seseorang, apalagi kalau ketemu chemistry diantara kami, aku sangat suka mengatakan kalau jiwa kami sudah berpadu. Aku sangat suka kisah antara Daud dan Yonatan, anak Saul (1 Samuel 18:1). Bahkan di kematian Yonatan, Daud begitu sedih dan bersaksi bahwa cintanya Yonatan terhadapnya lebih ajaib dari cinta seorang wanita (2 Samuel 1:26). Aku ingin begitu terhadap sahabat-sahabatku.

Sambil tersenyum-senyum pak Ello bercerita: "Saya tidak menyangka bahwa mak Ello ini adalah jodoh saya, apalagi kami pacarannya cuma seminggu saja. Sebelum mengenal mak Ello, saya punya pacar dan mak Ello punya pacar juga. Pacar mak Ello masih kuliah di Jakarta. Saya sempat tidak percaya mak Ello lebih memilih saya, padahal secara logikanya, pacar mak Ello itu lebih berpendidikan dari saya. Saya cuma tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA). Tetapi mungkin kejujuran dan ketampanan yang saya miliki meluluhkan hati mak Ello."

"Hahaha..."

Lanjut pak Ello: "Itulah jodoh itu, kita tidak tahu seperti apa jalannya bisa berjodoh. Saya sempat yakin bahwa pacar saya sebelumnya adalah jodoh saya. Bahkan saya sudah sempat berdoa kepada Tuhan kalau memang dia adalah jodoh saya, supaya Tuhan bukakan jalan agar saya melamar dia. Namun semua gagal karena pacar saya itu ketahuan selingkuh. Kami pacaran beda kabupaten saja. Di tempat dia bekerja ada teman saya disana saya minta memata-matai dia. Lewat teman saya, saya diberitahu bahwa pacar saya sering telfonan dengan laki-laki lain. Saya yang curiga diam-diam mendatangi kos pacar saya. Pacar saya kaget melihat kedatangan saya karena saya datang tanpa memberitahu dia lebih dahulu. Dia makin curiga setelah kami duduk berdua, saya cuma diam saja. Pacar saya bertanya kenapa saya tiba-tiba datang dan memasang wajah yang tidak enak dipandang. Saya jawab singkat saja: 'fikirkan sendiri apa yang telah kamu perbuat di dalam hubungan kita.' Lalu saya keluar dari kosnya. Di gerbang kosnya, pacar saya berlari lalu memeluk saya dari belakang. Dia menangis, meminta maaf, lalu mengaku bahwa dia selingkuh dengan pria lain. Saya hanya bilang: 'Saya tidak melarangmu dengan siapa adek ingin bahagia. Selama ini saya serius sama adek tetapi kamu mempermainkan saya.' Lalu saya pulang. Sepanjang perjalanan pulang dia terus menelfon saya, tidak saya angkat. Dua hari berikutnya, pada malam hari, pacar saya datang ke kos saya. Saya masih kecewa sehingga dia tidak saya sambut seperti biasanya. Dia mengeluh: 'biasanya kalau saya datang, kakak sambut saya di depan. Ini, buka pintu saja setelah saya panggil berkali-kali.' Malam itu kami mengobrol lama, walau dia minta maaf, menyesal, dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya, saya merasa hubungan kami sudah kandas walau tidak ada kesepakatan untuk putus. Saya tidak percaya lagi sama dia. Bagaimana saya percaya, dia sudah selingkuh. Tidak maulah saya membangun keluarga dengan wanita yang tidak bisa saya percaya lagi."

Seperti menumbuk seseorang secara tiba-tiba karena geram, aku menyahut: "Mantap pak Ello, pak Ello sangat bijaksana membuat pilihan."

Lanjut pak Ello: "Gara-gara kejadian itu saya sempat malas untuk pacaran lagi. Saya dan pacar saya itu tetap berhubungan tetapi kalau saya balas pesan dia, mau sekali seminggu saja. Haha. Tetapi setelah saya bertemu mak Ello di Pulau Dewata, semuanya berubah. Ternyata cintaku bersemi di Pulau Dewata."

Fikiranku melayang-layang memikirkan akan membuat tulisan tentang pak Ello. Aku tersenyum-senyum saja mendengarnya.

Tutup pak Ello: "Dari mak Ello saya belajar bahwa wanita itu cepat dewasa, cepat beradaptasi. Saya dan mak Ello secara usia beda 6 tahun, saya lebih tua. Tetapi kami menjalani keluarga kami dengan rasa yang sama. Jujur, terbuka, mengalah, itu yang selalu kami terapkan dalam keluarga kami."

Fikiranku melayang kepada seseorang yang jauh disana. Aku lebih tua darinya. Beda usia kami melebihi perbedaan usia pak Ello dengan mak Ello. Fikirku: andai saja, andai saja aku dan dia seperti pak Ello dan mak Ello. Hahaha.

Kelima. Melihat foto Tuhan Yesus sedang perjamuan malam paskah dengan murid-murid-Nya yang terpajang di dinding ruang tengah rumah pak Ello dan di sampingnya terdapat kalender yang banyak diisi gambar-gambar suster berpakaian putih sedang melayani, sudah tak perlu diragukan bahwa keluarga pak Ello adalah Kristen Katolik. Uniknya, di tempat kami ini banyak sekali penganut Kristen Katolik dan hampir semuanya berasal dari Nusa Tenggara Timur bersuku Manggarai. Adalah pemandangan yang indah ketika mengunjungi setiap rumah mereka, pada umumnya di dinding ruang tengah rumah mereka terpajang foto Tuhan Yesus sedang perjamuan malam paskah dengan murid-murid-Nya dan di salah satu sudut ruang tengah mereka ada terpajang patung Bunda Maria yang dihiasi dengan bingkai, disertai lampu pernak-pernik dan kalung salib.

Melihat keluarga pak Ello dan apa yang aku rasakan dari pak Ello, aku sangat yakin kalau kami itu satu iman meski berbeda aliran Kristen-nya. Aku seorang Kristen Protestan. Jadi kami tidak ada berdebat soal keyakinan karena apa yang kami ceritakan satu sama lain tentang kehidupan kami masing-masing, kurang lebih sama, yaitu berjalan memandang kepada Tuhan dan berbuah.

Aku langsung teringat kepada sahabat karibku yang aku kenal sewaktu kuliah yaitu lae-ku yang tampannya mempesonakan jangkrik-jangkrik di sawah, Wandy Leo Pandiangan.

Juga aku teringat kepada dua orang wanita yang sering aku perhatikan sewaktu aku beribadah di Gereja Methodist Indonesia (GMI) Oiukumene Padang, depan Universitas Padang (UNP).

Kali ini aku yang bercerita kepada pak Ello: "Pak Ello, aku suka Katolik. Bahkan aku cukup sering kalau lagi berdoa sendiri, aku lebih dulu membuat tanda salib di dahiku, dada, bahu dengan jari tangan kanan lalu menciumnya."

Pak Ello tersenyum. Lanjutku "Tapi jangan salah, aku sangat mencintai gereja asalku yaitu Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) tetapi setelah aku di Padang, aku lebih senang ibadah di Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB). Kalau berdoa aku suka meniru ala Katolik. Absurd kan? Hahaha"

Pak Ello tertawa. "Kok bisa begitu?" Tanya pak Ello. Aku menjawab: "Sewaktu kuliah aku punya sahabat karib (maksudku lae Wandy Leo). Kami berdua sering makan bersama. Dia seorang Katolik sejati. Kalau kami mau berdoa, dia tidak pernah lupa untuk membuat tanda salib lebih dahulu seperti orang Katolik pada umumnya. Sebenarnya aku ingin meniru dia, tetapi aku malu-malu kalau gerakanku akan salah."

Lanjutku: "Kemudian setelah aku di Padang, aku mengenal seorang wanita yang membuatku penasaran untuk mendekatinya. Karena wanita itu setiap hari minggu ibadahnya sering di GMI Padang, dia mahasiswi UNP, aku mengikutinya dengan meninggalkan HKBP. Kebiasaanku dimana pun aku beribadah, aku akan selalu berusaha hadir paling lama 15 menit sebelum ibadah dimulai. Ayahku teladanku dalam hal ini. Selama beribadah di GMI, bisa aku katakan akulah jemaat yang paling ontime dan paling cepat hadir, sampai aku tahu siapa-siapa saja yang biasa datang cepat, datangnya pas-pas-an, serta yang datang terlambat. Isi hatiku sempat pudar setelah melihat wanita yang aku sukai itu beberapa kali terlambat datang ibadah. Haha. Ini penilaianku, kedekatan seseorang itu dengan Tuhan, dalam hal kecil aku menilainya dari kehadirannya di gereja. Namun di sebuah kesempatan, aku menyampaikan 'isi hatiku yang sempat pudar' itu kepada wanita yang aku sukai itu, dia berterima. Namun ada pemandangan yang selalu aku perhatikan kala dua orang wanita yang tidak aku kenal siapa mereka, dimana kalau mereka sudah masuk ke gereja dan hendak duduk di bangku mereka, sebelum mereka masuk untuk duduk di bangku, mereka akan berlutut sambil membuat tanda salib ala Katolik. Aku sangat suka memperhatikannya. Mereka selalu konsisten melakukan hal yang sama setiap minggunya. Lambat laun, ketika aku berdoa pribadi di kosku, aku mencoba berlutut saat berdoa. Setelah berdoa aku membuat tanda salib di dahiku, dada, bahu serta ke mulutku seperti kedua wanita itu. Hal seperti itu jadi sering aku lalukan kalau aku sudah sampai di tempat kerjaku ketika akan memulai pekerjaanku. Karena aku seorang diri saja menjaga gudang tempat kerjaku, aku bebas berdoa mau seperti apapun. Sampai-sampai aku kefikiran, salahkah aku berdoa seperti ala Katolik padahal aku seorang HKBP yang senang ibadah di GPIB? Haha. Lagi, kalau ayahku tahu cara berdoaku sudah berubah, dimana ayahku seorang sintua HKBP, marah gak ayahku kalau tahu aku begitu? Haha.

Pak Ello tertawa. Dia senang mendengarnya namun bingung mau mengatakan apa.

Tutupku: "Tapi pak Ello. Jujur, aku merasa ketika aku berlutut berdoa, aku merasa sangat serius dalam berdoa. Itu yang membuat aku senang. Aku senang ibadah di GPIB karena cara ibadahnya sangat hikdmat dan lagu-lagunya baik itu musik dan liriknya, kalau anak tongkrongan bilang, buat candu, betah di telinga."

"Tidak ada ibadah yang salah asalkan tujuannya mengarah kepada Tuhan" tutup pak Ello.

Penutup. Semenjak aku merasa jiwaku dengan pak Ello berpadu, maos berpadu, haha, setiap pagi aku sering ngopi ke rumahnya. (Maos, jika diartikan ke bahasa Indonesia, artinya: kata-kata yang selalu diulang-ulang hingga membuat yang mendengar kesal). Satu hal yang buat aku candu ke rumahnya adalah meja dan bangku yang ada di ruang tengah rumah mereka. Memang tak bisa dipungkiri, pengalaman adalah hal yang sangat berharga.

"Seperti di kamar hotel-hotel" ucap pak Ello kala aku memujinya. Disini aku suka membaca buku yang aku bawa dari Padang sambil menikmati kopi buatan pak Ello. Syahdu.... Disini juga aku memulai tulisan ini. Entah ini akan diingat pak Ello kalau dia sudah membaca tulisan ini. Dilihatnya aku tersenyum-senyum ketika aku pas mengetik dengan handphone kisah pertemuan dia dengan mak Ello.

"Kok senyum-senyum aja?" tanya pak Ello. "Adalah..." sahutku.

Karena pak Ello akan berangkat kerja, untuk kedua kalinya dia mempercayakan rumah mereka aku jaga. Ah, aku paling suka dipercaya. Kulanjut lagi tulisan ini.

Aku mau mengucapkan terimakasih kepada teman-temanku yang di Padang, secara khusus kepada seseorang yang tak bisa aku sebutkan namanya oleh satu dua hal, dimana sebelum aku berangkat ke Kalimantan ini, mereka berdoa untukku agar aku menemukan orang ataupun keluarga yang bisa menerimaku apa adanya. Guys, keluarga pak Ello ini adalah jawaban doa kalian. Aku persembahkan tulisan ini untuk kalian juga.

Suatu sore, mak Ello sehabis belanja ikan dan melewati aku yang sedang duduk di teras rumah tempatku tinggal, mak Ello menunjukkan beberapa ekor ikan yang dibelinya. Ucap mak Ello "Dor... (yang artinya mandor padahal aku Karani buah) malam ini mandor makan di rumah kami ya." Sembari menunjukkan kembali ikan yang dibelinya, mak Ello berkata lagi: "Ikan ini akan saya panggang dor, pokoknya kita makan enak malam ini. Mandor harus datang."

"Siapakah aku, mengapa aku begitu berharga di keluarga mereka?" tanyaku dalam hati. Tidak dengan tulus aku mengatakan aku akan datang, karena aku tahu sifatku terkadang sangat segan kepada orang yang hendak berbuat baik padaku. Malam itu, aku dengan pak Ello pulang kerja bersamaan. Karena kalau ke rumah mereka lewat dari belakang rumah tempatku tinggal, pak Ello ingatkan aku: "Dor, datang ke rumah ya. Di rumah kita makan." "Iya pak Ello" jawabku. Tetapi aku tidak datang.

Entah karena fikiranku mempersalahkan aku gara-gara aku tidak datang makan, aku melihat baik mak Ello maupun pak Ello seperti mulai tidak suka melihatku. Hahaha. Seperti cinta yang sahut-menyahut dengan cara tak terduga. Empat kejadian beruntun mempersalahkan aku pada malam hari tanggal 5 April padahal satu pun tidak ada kuperbuat kesalahan, membuatku memutuskan resign dari perusahaan yang memperkerjakan kami. Hal itu sempat membuat pak Ello terkejut dan merasa kasihan padaku. Aku lebih suka menggangap 'merasa kasihan' sebagai gambaran kalau jiwa kami sudah berpadu. Maos berpadu Haha. Dia tahu aku sangat bersemangat bekerja, tetapi aku tidak mau bertahan oleh ketidaksenangan yang aku dapat didukung beberapa ketidakyamanan yang sulit kuterima. Dia juga tahu apa motivasiku bekerja dan apa yang aku harapkan dari sebuah pekerjaan serta dia tahu apa yang ingin aku capai ke depan sehingga pak Ello mendukungku untuk resign

Sungguh aku ingin meneteskan air mata ketika pak Ello berkata begini padaku: "Yang saya cemaskan dor, cukup ngak ongkos mandor nanti sementara ongkos mandor kesini belum mandor lunasi? Sementara gaji yang akan mandor terima nanti cuma gaji sebulan."

Aku cuma tersenyum menahan air mataku jangan menetes. Malamnya aku bersyukur kepada Tuhan ternyata ada di tempat kerjaku ini yang begitu pedulinya padaku. Inilah satu hal yang membuatku merasa sudah tepat kala memutuskan datang kesini padahal banyak yang cemas terhadapku gara-gara aku belum ada tandatangan kontrak. Aku ingin berkata: kalau aku tidak datang kesini, aku tidak akan tahu besarnya kasih teman-temanku yang di Padang kepadaku. Tentunya aku juga tidak akan merasakan kasihnya keluarga pak Ello. Dan yang terpenting, tentu aku tidak akan mendapatkan pengalaman yang berharga ini sebab perjalananku di dalam penyertaan Tuhan.

Aku hubungi adikku si anak ketiga, Widia Panjaitan. Kataku padanya: "Aku sangat terharu sampai mau meneteskan air mata" akibat perhatian pak Ello tentang ongkosku nanti. Sebelumnya kepada pak Ello aku cerita bahwa aku datang kesini dengan meminjam uang teman sebagai ongkos.

Jadi aku mulai masuk kerja pada tanggal 6 Maret 2023. Resign pada malam tanggal 5 April. Disini, penerimaan gaji antara tanggal 15-17 pertengahan bulan. Jadi setelah aku meminta izin kepada asistenku, aku diperbolehkan tetap tinggal disini sampai hari penerimaan gaji. Dari tanggal 6 April hingga aku membuat tulisan ini, Jumat 14 April, aku tidak bekerja sama sekali. Aku sering menghabiskan waktu untuk membaca, membuat tulisan, dan ngopi di rumah pak Ello.

14 April pagi, mak Ello sudah berangkat bekerja, sedangkan pak Ello belum pergi. Aku mendatangi rumah pak Ello. Pintaku kepada pak Ello: "Pak Ello, malam nanti aku makan disini ya. Aku ingin makan dengan kalian sebelum aku pergi darisini." "Boleh" jawab pak Ello. Malamnya kami makan malam bersama.

Akhirnya, aku bersyukur kepada Tuhan dan berterimakasih kepada keluarga pak Ello, terimakasih, terimakasih, dan terimakasih. Puji syukur kepada Tuhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2022

BELAJAR DARI LEA

v