Jadi Telemarketing? Enggak Diterima


Jika aku ditanya; sewaktu kuliah, pernah gak membayangkan dunia kerja? Membayangkan disini maksudnya, contoh: kerja di perhotelan itu seperti apa gambarannya, trus kalau kerja di perkantoran seperti apa lagi, dsb.

Jawabnya: enggak pernah. Tapi aku punya satu pandangan tentang dunia kerja yaitu sulit mencari pekerjaan. Gara-gara pandangan ini pola fikirku jadi berubah. Bagaimana aku menanggapinya? 

Memasuki masa-masa skripsi aku membayangkan (seakan menerapkan) aku sedang kesulitan mencari pekerjaan. Seperti berhalusinasilah ceritanya. Tujuannya adalah mempersiapkan diri terkhusus mental ketika nantinya dihadapkan dengan yang sebenarnya.  Makanya ketika aku sudah lulus kuliah, entah mengapa aku seperti biasa saja menjalani masa pengangguran. Aku merasa seperti sudah melaluinya. Stress ada memang tetapi tidak terlalu signifikan untuk mempengaruhiku agar pindah keyakinan, terjerumus pergaulan bebas, menjadi perampok dsb. Tak jarang orangtuaku berkata gak wajar orang sepertiku yang gak punya pekerjaan tapi kelihatan bahagia.

Setelah lulus kuliah dari kota laskar bertuah, Pekanbaru, aku merantau ke Bekasi. Aku mencari pekerjaan disana. Bisa dibilang aku tak punya modal apa-apa. Sangat terlihat gak ada apa-apanya aku ketika aku menghadapi interview kerja untuk pertama kalinya. Saat itu aku melamar kerja jadi telemarketing di salah satu perusahaan swasta di Jakarta.

Aku kelabakan saat diminta untuk mempraktekkan menawarkan suatu barang. Gila, itu hal yang tidak pernah terfikirkanku sebelumnya. Aneh kalau kuingat-ingat kejadian itu. Dimana aku melamar sebagai telemarketing tapi gak kefikiran seperti apa menawarkan. 

Supaya tidak semakin memalukan karena cukup lama aku terdiam memikirkan apa kata-kata yang harus aku ucapkan lebih dahulu. Aku berusaha mengumpulkan tenaga dalam sebanyak-banyaknya, menghirup nafas lebih dalam berkali-kali, tapi tidak sampai buang angin, aku mulai bersilat lidah. Hasilnya justru semakin memalukan. Aku menawarkan madu pada si HRD. Ucapku "Ini madu gak sembarang madu. Madunya bisa menyembuhkan penyakit apapun. Ini madu diekspor dari Australia".
"Diekspor?" Tanya si HRD.
"Iya pak" jawabku dengan tegas.
"Aku tidak tertarik dengan madu Anda" ucap si HRD saat aku selesai menawarkan madu.
Aku tambah bingung. Tapi aku berusaha menawar lagi. Perasaanku, tawaranku kali itu sudah hebat kali padahal kata-katanya itu-itu aja kuulang karena emang aku sudah semakin grogi. Tanpa kulanjut lagi ceritanya, dah tahulah kalian gimana hasil interviewnya kan?

Aku masih polos datang ke kota paling metropolitannya Indonesia. Sebelumnya enggak punya pengalaman kerja. Pengalaman interview kerja juga ngak punya. Pengalaman punya pacar juga gak ada.

Di kemudian hari aku melamar telemarketing lagi. Aku melamar di salah satu bank di Bogor. Berkaca dari pengalamanku sebelumnya, interviewnya sama. Diminta mempraktekkan menawarkan suatu barang. Kali ini aku lebih tenang menawarkannya. Barang yang aku tawarkan ialah minyak rambut. 

Aku sudah tenang bicaranya tetapi kata-kataku tidak menyakinkan si HRD terlihat dari ekspresinya yang gelisah. Dipotongnya bicaraku saat aku masih menawar. "Aku tidak tertarik" ucapnya.

Aku berhenti menawar. Dalam fikiranku "Kemarin di perusahaan tempatku melamar kerja sebelumnya, aku jelaskan lagi setelah diucapkan tidak tertarik, enggaknya aku lulus". Aku coba jawaban yang berbeda. Balasku "Kalau bapak gak tertarik, ya udah pak, gak pa pa".

Bapak itu melongo menatapku. Dia gak sadar lagi bahwa dia masih punya tangan karena dia tidak tepuk jidatnya saat mendengar jawabanku yang mematikan itu. Mematikan kesempatan terakhirku maksudnya.
"Kek gitu aja?" tanya si bapak heran.
"Iya pak" tegasku. Dalam hatiku "apapun kuucapkan lagi, dari ekspresimu sudah tahu aku bagaimana endingnya".

Pulang darisana dalam hati aku tertawa membayangkan ekspresi si bapak saat mendengar jawabanku yang mematikan itu. Kawan yang tahu aku interview disana, di hari itu bertanya gimana interviewku. Kujawab aja dengan lugas; "aku tidak akan diterima."
"Darimana kamu tahu, kan baru tadi interviewnya?"
Aku malas menerangkannya. Dia malah menyuruhku supaya banyak berdoa. Duh, padahal dengan iman juga aku bilang aku tidak akan diterima.

Dengan tidak diterimanya aku di bank tersebut menjadikan pengalaman itu menjadi kegagalan kedua dalam interview kerja. Sedangkan dalam hal cinta masih hanya sekali mengalami penolakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2022

BELAJAR DARI LEA

v