Teman Kurnut


Pada hari sabtu dinihari kemarin, setelah aku selesai menulis tulisanku yang berjudul "Jadi Telemarketing? Enggak Diterima", aku teringat akan seorang teman. Sewaktu kuliah kami begitu akrab layaknya seperti saudara. Tiba-tiba ingat namanya, aku baru menyadari bahwa dulu aku punya teman bernama Kurnut (nama samaran). Kurnut itu singkatan dari Kurang Nutrisi.

Aku pun berhasrat untuk membuatkan tulisan tentang persahabatan kami namun tak kunjung aku mulai hingga aku bermimpi tentang dia tadi pagi. Gara-gara memimpikan dia aku jadi terbangun. Ada perasaan geli dalam hatiku karena dia sampai kebawa ke dalam mimpiku. Namun aku agak khawatir juga tentang kabarnya seperti apa saat ini.

Sebelum aku ceritakan mengapa retak persahabatan kami, aku ceritakan dulu mimpiku tadi pagi. Mimpinya begini:

Di sebuah ibadah di gereja, aku dipilih menjadi pengisi acara. Namun sebelum ibadah dimulai para jemaat yang berdatangan mengobrol satu sama lain. Aku pun ikut di dalamnya. Tiba-tiba aku mendengar suara si Kurnut sedang mengobrol didekatku. Benar saja, setelah aku melihat dia, dia juga melihatku, dia datang mendekati aku.

Dia ingin menyalam tanganku sambil menyapaku.
"Hai bang ko, apa kabar?"
Wajahku memerah melihat dia. Tangannya aku cueki. Aku ingin sekali marah padanya. Lalu kubalas pertanyaannya.
"Siapa sih kau? Gak usah kau sok kenal samaku."
Dengan malu dan kecewa, dia pun pergi meninggalkan aku. Teman-temanku yang ada disekitarku terdiam karena sifat aroganku. Salah satu diantara mereka bertanya, mengapa aku sampai segitunya kepada si Kurnut.
Aku jawab. "Dia itu penghianat. Dia bukan temanku."

Ibadah akan segera dimulai. Kami pengisi acara briefing lebih dahulu. Saat kami semua berdoa bersama, sebagian besar pengisi acara yang lainnya malah ribut satu sama lain. Ada yang bercanda, tertawa, dsb. Aku gusar dan tidak nyaman berdoa. 

Anehnya, selesai berdoa aku melihat teman dekatku, teman sebangkuku waktu kelas 3 SMA. Namanya Olan. Dia ikut juga jadi pengisi acara. Dia segera mendatangi aku dan memelukku. Kami pun berjalan menuju tempat kami masing-masing dan Olan ini merangkulku (melingkarkan tangan kanannya ke leherku). Namun lingkaran tangannya di leherku membuatku sesak nafas. Dia merangkulku sangat ketat seperti mau mencekik. Lalu aku memohon supaya dia melepaskan tangannya dari leherku, namun dia tertawa saja. Aku berusaha melepaskan tangannya dari leherku. Setelah berusaha dan berusaha terus, akhirnya aku lepas dari rangkulan tangannya. Aku ingin marah padanya tetapi dia langsung pergi menjauh dan terus tertawa.

Aku terdiam sejenak sebelum memulai ibadah. Aku bertanya pada Tuhan. "Mengapa ya Tuhan, aku mau melayani tetapi kok seperti ini yang aku alami?" Semangatku untuk melayani menjadi hilang. Aku jadi takut di dalam ibadah itu. Dan acaranya berantakan karena pelayananku jadi kacau. Semuanya jadi ribut karena aku. Aku tidak tahan dengan keributan itu, aku pun terbangun dari tidurku. Begitulah isi mimpiku tadi pagi. Ngeri-ngeri sedap.

Beginilah cerita pertemanan kami. Cerita ini ada kaitannya juga tentang mengapa aku tidak mau mencoba lowongan pekerjaan yang berhubungan dengan perikanan kecuali CPNS.

Pada awalnya, pertemanan kami baik-baik saja dan sudah terjalin lama. Seperti yang aku katakan di atas bahwa kami itu sudah seperti saudaraan. Itulah mengapa aku tak keberatan ketika dia ingin tinggal di kontrakanku sampai selesai menuntaskan masalah kuliahnya. Kebetulan saat itu kontrakanku dekat dengan kampus kami.

Aku pun meminta kepada teman sekamarku supaya si Kurnut tinggal bertiga, bersama dengan kami untuk sementara waktu. Teman sekamarku tidak keberatan. Yang aku salutkan dari teman sekamarku itu, dia ikut juga membantu si Kurnut dalam menghadapi masalahnya. Misalnya dia tak segan memberikan berasnya untuk aku dan si Kurnut makan saat berasku sudah habis. Karena memang si Kurnut juga terkendala dalam keuangan. Jadi aku dan teman sekamarku inisiatif aja membantu sebisa yang kami mampu.

Tibalah di suatu hari, surat jalan penelitianku hampir selesai. Aku akan penelitian ke Serdang Bedagai, Medan, lebih tepatnya ke desa Tanjung Beringin. Karena penelitianku mengharuskan aku harus berlayar ke Selat Malaka, aku fikir aku butuh kawan. Apalagi aku tidak bisa berenang. Aku takut kalau sendirian. Setidak-tidaknya adalah yang bisa mem-foto kegiatanku selama di atas kapal supaya aku tidak merepoti para Awak Bagian Kapal (ABK). Oh ya, jurusanku tentang perikanan ya. Kami berlayar untuk menangkap ikan.

Lalu aku bertanya kepada si Kurnut tentang masalah studinya, sudah sejauh mana. Dia menjawab tinggal sedikit lagi. Langsung disitu aku meminta dia untuk menemaniku penelitian. Dia pun bersedia tetapi dia meminta supaya menyelesaikan permasalahannya dulu. Aku pun setuju karena memang aku belum buru-buru untuk segera penelitian. 

Sembari mempersiapkan apa yang aku perlukan untuk penelitian, hampir setiap hari aku mendorong dan mengingatkan si Kurnut pergi ke kampus untuk menyelesaikan permasalahannya. Sering sekali dia berkata "gampang itu bang. Tenang aja".

Alat dan bahan untuk penelitian sudah aku siapkan. Kebutuhan untuk dia pun sudah aku siapkan. Yang paling utama, baju pelampung sudah aku sewa 2 buah, dsb. Juga kami sudah menyepakati soal ongkos dan biaya makan selama penelitian. Intinya aku yang menanggung semua tetapi soal makan aku juga yang menanggung tetapi sederhana saja menunya.

Tibalah di hari mau berangkat dari Pekanbaru. Langkah pertama, aku harus pulang kampung dulu ke Sipahutar, Tarutung, untuk menjemput camera punya teman bapak. Gak ada kecurigaanku ketika si Kurnut bilang bahwa dia segan kalau ikut ke kampungku. Dia berpesan supaya kami jumpanya di Tebing Tinggi saja sekalian dia pulang ke kampungnya, karena disanalah kampungnya. Aku ok-ok aja. Lalu kutinggalkan ongkosnya. Aku pulang kampung.

Selesai dari kampung, aku harus ke Medan dahulu untuk mengurus surat izin penelitian ke Kantor Gubernur lebih dahulu hingga sampai ke Dinas Perikanan Serdang Bedagai. 

Ada 2 kejadian yang membuatku kesal selama di Medan. Aku ceritakan secara singkat ya biar ceritaku seperti sinetron yang penuh drama. Kejadian pertama. Aku dipalak preman di simpang Carefoor. Sedangkan kejadian kedua ialah aku digoda tante-tante di Jl. Gatot Subroto.

Selesai mengurus surat izin penelitiannya, aku tinggal di rumah keluargaku di Tebing Tinggi di dekat Simpang Beo. Awalnya aku tinggal disana 3 hari saja karena si Kurnut berjanji akan datang 3 hari lagi. Dia masih di Pekanbaru saat itu. Namun dia tidak datang sampai waktu yang ditentukan. Aku minta tinggal 3 hari lagi kepada kelurgaku untuk menunggu si Kurnut, namun si Kurnut gak datang juga sampai waktu tambahan 3 hari itu habis. Si Kurnut semakin banyak alasannya. Adalah dibilangnya masalahnya semakin banyak di kampus dsb.

Aku segan kalau harus tinggal lagi di rumah keluargaku. Aku memutuskan lebih dahulu ke tempat penelitianku. Aku lebih dahulu mengambil data-data lokasi penelitian sambil menunggu si Kurnut, karena aku sangat membutuhkan dia kalau sudah berlayar. Aku pun mengabari waktu untuk turun ke laut, ke Selat Malaka, kepada si Kurnut. Dia masih punya kesempatan untuk datang. Dia berjanji akan mengusahakan datang. Namun hasilnya, dia tidak datang.

Aku yang sudah mulai muak dan tidak mau lebih lama lagi di tempat penelitianku, akhirnya aku putuskan pergi sendirian bersama para nelayan. Yang terjadi di atas kapal ialah aku mabuk laut begitu parah. Lemas dan tidak ada makan. Padahal berlayarnya 2 hari satu malam. Data-data yang aku butuhkan tidak maksimal aku dapatkan. Bahkan dokumentasiku di atas kapal tidak ada.

Lemahnya aku, setelah sampai di daratan, aku malah semakin sakit. Aku yang tidur di kantor Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) desa Tanjung Beringin, hanya terkapar saja. Belum lagi kekecewaanku semakin bertambah, dimana saat itu uangku sudah habis. Ada seorang bapak yang membantuku di awal-awal kedatanganku disana, karena kebaikannya aku memberikan uangku untuk dipinjamnya namun tak kungjung dikembalikannya. Yang menyedihkan itu ada satu hari satu malam aku gak makan dan gak minum. Aku bersyukur ada seorang ibu-ibu yang menolongku. 

Jadi PPI itu sudah mulai aktivitas jam 4 pagi. Si ibu yang menolongku jualan kopi dan teh manis. Tempat jualannya dekat dengan kantor tempatku tidur. Aku terbangun dan ingin sekali untuk minum. Lalu aku meminta air minum si ibu. Si ibu melihat wajahku pucat. Dia menanyai apa aku sakit dan sudah makan. Aku menjelaskan semua yang aku alami. Lalu si ibu membuat teh manis dan memberikan aku roti secara gratis. Dia pun berpesan supaya aku tidak segan kepadanya dan supaya hati-hati kepada orang-orang disana apalagi jika mau meminjamkan uang. 

Untung saja, anak si bapak yang meminjam uangku itu punya Atm BRI. Walau awalnya aku ragu padanya, aku meminta orangtuaku mengirim uang lewat atmnya. Saat itu aku belum punya atm. Aku bersyukur, dia bisa dipercaya.

Aku sakit saat itu kurang lebih dua minggu lamanya. Selama 2 minggu itu pula aku memohon berkali-kali kepada si Kurnut agar segera datang menemuiku. Sampai-sampai teman sekamarku juga kuminta mendorong si Kurnut agar segera berangkat dari Pekanbaru. Namun yang terjadi si Kurnut malah pergi dari kontrakan kami dan dia tidak datang menemuiku.

Lalu aku telfon dosen pembimbing penelitianku. Aku ceritakan kondisiku dan apa yang sudah aku kerjakan. Pembimbingku bilang; dia akan membantuku kalau soal data tetapi dia memintaku supaya memperbanyak dokumentasi. Mau gak mau aku harus berlayar lagi. Aku pun pasrah, kalau memang bakalan mati di atas kapal, sudahlah, aku sudah siap walau takut juga.

Aku pergi lagi dengan para nelayan ke Selat Malaka. 2 hari 2 malam kami berlayar disana. Aku tetap mabuk laut, malah lebih parah dari sebelumnya. Namun aku berusaha tegar setidaknya berdiri kuat untuk difoto di atas kapal. Untung saja, para ABK mau ganti-gantian mem-foto aku. Mereka pun senang ketika aku foto-in.

Pulang ke darat, tetap sakit. Tapi aku ingin segera keluar darisana. Dengan cepat aku selesaikan surat-surat yang aku perlukan, setelahnya aku jumpai si bapak yang meminjam uangku untuk meminta kembali uangku dengan alasan agar ada ongkosku pulang ke Pekanbaru. Sebenarnya aku ada uang untuk ongkos tapi aku belum terima atas perlakuan si bapak itu. Butuh 3 hari supaya uangku kembali, itu pun setengah dibayarnya. Aku meng-ikhlaskannya. 

Pada akhirnya uang yang dikembalikannya itu kugunakan untuk beli ole-ole untuk anak bungsunya si bapak itu. Karena anaknya baik samaku. Dia masih SD. Dia mau menemani aku mandi ke sebuah pemandian khusus disana.

Juga aku beli ole-ole untuk anak-anak seorang bapak pengawas perikanan yang sering menolongku selama disana. Ya, saat aku baru sampai disana, si bapak sudah menyiapkan tikar untuk alas tidurku. Karena nyamuk banyak disana, dia pun membelikan kelambu bagiku namun syaratnya kelambunya kukembalikan ke si bapak kalau aku sudah selesai penelitian.

Kelar semuanya, aku naik angkot keluar dari Desa Tanjung beringin menuju jalan lintas Siantar-Medan. Aku harus lebih dahulu ke Siantar mencari bus untuk ke Pekanbaru. Tapi saat di dalam angkot, aku terbayang semua langkah pahit yang aku rasakan dari awal hingga akhir. Terbayang dipalak preman dan digoda tante-tante di Medan, dikhianati kawan sendiri, mabuk laut, sakit, uang dipinjam tapi saat dibutuhkan gak ada uangnya. Walau banyak juga pertolongan yang aku dapatkan selama disana, jujur saja, aku sakit hati. Dari hatiku, aku mengeluarkan satu kalimat yang isinya sampai saat ini tetap kukerjakan. Yaitu "setelah aku lulus dari perikanan ini, aku gak mau lagi bersentuhan (bekerja) dengan yang namanya perikanan."

Setelah sampai di Pekanbaru, aku mencari si Kurnut. Sudah kuikhtiarkan dalam hatiku, saat dalam bus perjalanan Siantar-Pekanbaru, yaitu kalau aku bertemu dengan si Kurnut, hal pertama yang aku lakukan adalah menonjok wajahnya sekuat-kuatnya. Sayangnya dia gak ada kujumpai di kontrakan kami. Teman sekamarku enggak tahu dia ada dimana. Di kampus aku cari, gak ketemu juga. Dia seperti dilindungi malaikat dari amarahku.

Kira-kira dua minggu berikutnya, saat aku cuci pakaian di kamar mandi, kudengarlah suaranya masuk ke kontrakan kami. Aku ingin emosi tetapi gak segeram sebelumnya. Bijaknya dia, diajaknya teman semargaku bersama dia. Teman semargaku itu pula yang lebih dahulu menyapaku ke kamar mandi. Kamar mandinya terbuka saat aku cuci baju. Teman semargaku menyapaku tetapi gak ada kurespon. Wajahnya pun enggak kulihat. Dia sadar bahwa aku lagi marah. Dia pun pergi dari dekatku.

Dari jarak yang tidak begitu dekat, si Kurnut bicara padaku. Dia berbicara dari belakangku. Aku tetap mencuci. Aku tak mau melihat wajahnya. Dia mengatakan uang yang aku kasih untuk ongkosnya sudah dia letakkan di atas lemari bajuku, di kamarku. Dia juga mengatakan dia datang sekaligus menjemput semua pakaiannya. Aku masih tetap diam. Lalu dia minta maaf dan menjelaskan alasannya mengapa dia tidak datang ke Serdang Bedagai. Ketika dia menjelaskan alasannya itu, tanpa melihat wajahnya, aku memotongnya.
"Diamlah kau. Keluarlah kau sekarang daripada aku emosi nanti. Jangan datang lagi ke rumah ini dan jangan cakapi aku. Enggak ada kawanku kek kau."

Masih dia sempatkan meminta maaf sekali lagi, lalu dia pun pergi bersama teman semargaku itu. Seingatku, itu menjadi pertemuan terakhir kami yang ada bicara didalamnya. Setelah itu beberapa kali jumpa di kampus atau acara KMK, tapi aku gak mau dekat sama dia, apalagi menyapanya. Hilang respect, kira-kira begitulah.

Terakhir, mengapa hanya CPNS yang berhubungan dengan perikanan mau aku coba?  Karena aku gak mau orangtuaku marah kalau aku tidak mengikutinya. Karena mereka tahu info-info tentang CPNS. Mereka selalu mendorongku untuk mencobanya. Maafkan daku mamake dan bapake.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2022

BELAJAR DARI LEA

v