RINDU YANG TERAKHIR?


Hai, yang terhadap engkau aku pernah kerahkan segala upaya demi cinta yang besar.

Jika kuingat hari dimana aku begitu merindukanmu dan memohon Tuhan mempertemukan kita untuk terakhir kalinya, dalam kepedihan aku berjanji dalam hati, tidak lagi merindukanmu kalau kita bertemu.

Tuhan mendengar doaku.
Kita bertemu juga.
Memandangmu menjadi sangat berharga.
Pertemuan yang tidak aku dan kamu inisiatif.

Tak banyak aku menyapamu, begitu juga sebaliknya.
Walau begitu hari itu aku merasa kita terhubung satu sama lain.

Hati kecilku berteriak setiap kali memandangmu.
"Hei, cintaku padamu besar dan tulus. Tidak tahukah kamu?"

Senyumanmu penuh arti membalas:
"Aku tahu cintamu padaku besar dan tulus. Tetapi aku tidak tahu, mengapa aku tak bisa menerimanya, hanya bisa menghargainya"

Senyumanmu itu adalah cerminan hatiku.
Aku tidak tahu mengapa hatiku sangat menginginkanmu, hanya bisa menghargainya.

Sebelumnya, ketika kita berdua berjalan kaki pada malam hari.
Sengaja aku berjalan lebih lambat darimu sehingga kamu beberapa langkah di depanku.
Kesannya terlihat tidak baik, tetapi aku berusaha menjaga mata, hati dan fikiran.
Aku memperhatikanmu dari bawah sampai ke atas.
Aku ingin mencari jawaban, apakah aku mencintaimu semata-mata karena fisikmu?
Lagi, aku tidak menemukan jawabannya.

Segera aku ke sampingmu, menyamakan langkah denganmu.
Aku menoleh kepadamu saat kamu tertunduk sesaat. 
Aku ingin berkata kepadamu: 
Aku tidak tahu apa alasanku mengapa aku bisa sangat suka kepadamu. Yang aku tahu, di hatiku ada perasaan besar yang ingin kuberikan kepadamu. Aku bahagia berjalan bersamamu, aku ingin membahagiakanmu.

Tiba-tiba kamu menatapku dan berseru:
"Perhatikan jalanmu bang, nanti abang tertabrak"
Hei, setiap berada di hadapanmu, aku seperti habis tertabrak lalu terkapar, tidak bisa bergerak lagi. Rasa-rasanya, kalau aku di hadapanmu, aku seperti tertembak sniper dengan sekali bidikan saja, membuatku rebah seketika tetapi aku rebah dengan tersenyum bahagia.

Di penghujung pertemuan kita, aku berseru kepada Tuhan:
"Terimakasih Tuhan, Engkau telah mengabulkan doaku. Aku tidak akan lagi meminta-Mu mempertemukan kami. Mulai detik ini, tidak ada lagi rindu untuknya dan berharap kepadanya"

Hari lahirmu akan tiba.
Aku menyusun rencana untuk menemuimu.
Memikirkan sebuah kado kecil atau sebungkus coklat untukmu.
Ucapku dalam hati:
"Aku ingin bertemu dengannya hanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun saja, bukan karena rindu atau berharap"

Hari lahirmu pun tiba.
Aku pergi jauh untuk memenuhi panggilan kerja di kota yang baru.

Pada malam sebelumnya, setelah cukup lama kita tidak saling sapa di whatsapp, kamu mengirim aku doa dan nasehat untuk lembaran hidupku yang baru.
Rupanya kamu tahu aku mau pergi.
Aku menanggapi dan membalasnya dengan perasaan yang tak bisa aku jelaskan.

Menyadari aku pergi di hari lahirmu, padahal aku sudah merencanakan akan menemuimu, aku berpendapat; 
Tuhan lebih tahu isi hatiku daripada aku sendiri.
Dia tahu kalau aku ingin menemuimu karena dihatiku masih ada rindu dan berharap padamu. 
Padahal aku sudah berjanji kepada-Nya sebelumnya, tidak ada lagi rindu dan berharap padamu.

Sepanjang perjalanan menuju kota yang baru, perasaanku tidak menentu memikirkan apakah aku mengirim pesan selamat ulang tahun kepadamu atau tidak.
Perasaan yang sama yang aku rasakan pada malam sebelumnya.
Namun pada akhirnya aku menutup hati untuk mengirimmu pesan.

Di sepanjang seminggu terakhir ini, dengan bermain gitar beberapa lagu aku nyanyikan untuk bayanganmu.
Rasa-rasanya semua lagu yang kunyanyikan itu diciptakan karena aku dan ditujukan untukmu. Haha
Dari lagu Cinta Luar Biasa milik Andmesh Kamaleng, Cinta Terbaik milik Cassandra, hingga Ku Cinta Kau Apa Adanya milik Once Mekel.
Kunyanyikan sambil membayangkan kisah kita mengisi video klip lagunya.
Senyummu yang manis masih ada di ingatan.

Menyadari hal itu, aku bertanya-tanya dalam hati:
Rindukah aku padamu?

Kalau ini rindu, ada yang beda dari rindu sebelumnya.
Rindu kali ini menenangkanku, menyenangkanku, sampai aku yang sudah hampir 2 bulan tidak pernah lagi lari pagi, akhirnya lari pagi juga.
Karena sebelum aku lari pagi, setelah saat teduh, aku memulai tulisan ini.
Dimana rindu sebelumnya memedihkanku dan mematahkan semangatku.

Aku tidak tahu apa yang aku harapkan dari perasaan yang dilanda oleh sesuatu yang muncul ini.
Aku hanya menikmatinya dan bersyukur.

Semangat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2022

BELAJAR DARI LEA

v